Mr. Raden Mas Sartono, Pembela Soekarno di Meja Hijau

 

Mr. Raden Mas Sartono adalah tokoh perjuangan kemerdekaan Indonesia yang lahir di Baturetno, Wonogiri, pada 5 Agustus 1900, dan wafat di Jakarta pada 15 Oktober 1968. Ia merupakan salah satu pahlawan nasional yang memainkan peran penting dalam sejarah Indonesia, baik sebagai tokoh politik maupun dalam bidang hukum. Sartono dikenal sebagai anggota Partai Nasional Indonesia (PNI) dan Partindo, serta pernah menjabat berbagai posisi penting, seperti Ketua Parlemen Sementara Republik Indonesia Serikat (1949), Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (1950-1959), dan Gubernur Bank Indonesia. Kiprahnya yang beragam menunjukkan komitmen besarnya dalam membangun negara yang merdeka dan berdaulat.

Nama "Sartono" berasal dari bahasa Jawa, yang berarti "keberadaannya menjadi pelengkap." Filosofi nama ini tercermin dalam perjalanan hidupnya, di mana Sartono selalu hadir sebagai pengisi kekosongan dan pelengkap perjuangan masyarakat dan bangsanya. Sartono lahir dari keluarga bangsawan. Ayahnya, Raden Mas Martodikaryo, adalah cicit Mangkunegoro II, sementara ibunya, Raden Ajeng Ramini, adalah cucu Mangkunegoro III. Latar belakang keluarga bangsawan ini memberikan Sartono akses pendidikan yang sangat baik pada masanya. Ia menempuh pendidikan di HIS, MULO, AMS, dan RHS hingga lulus pada 1922. Setelah itu, Sartono melanjutkan studinya di Universitas Leiden, Belanda, dan berhasil meraih gelar Meester in de Rechten (Mr.) pada tahun 1926. 

Pada 26 Mei 1930, Sartono menikahi Siti Zaenab, putri seorang saudagar batik terkemuka bernama Wiryowiguno. Pernikahan mereka berlangsung di Solo, dekat dengan kediaman KH Samanhudi, pendiri Sarekat Islam. Dari pernikahan ini, mereka dikaruniai tiga anak: R.M. Gunadi, R.A. Sri Mulyati, dan R.A. Rukmini. Kehidupan keluarga yang harmonis ini tidak menghalangi Sartono untuk terus terlibat aktif dalam perjuangan nasional.

Sebagai seorang advokat, Sartono memainkan peran penting dalam membela para aktivis pergerakan kemerdekaan Indonesia, termasuk Ir. Soekarno. Ia membuka praktik hukum di Bandung pada tahun 1925 dan dikenal sebagai pembela ulung di berbagai persidangan. Salah satu momen paling bersejarah dalam kariernya adalah saat ia membela Soekarno di pengadilan kolonial Belanda. Dalam kasus ini, Sartono bersama dua rekan advokat lainnya, Mr. Sastromoeljono dan Mr. Iskaq, memberikan pembelaan kepada Soekarno dan kawan-kawan yang dituduh melakukan aktivitas melawan pemerintah kolonial. Dalam pledoinya, seperti yang dicatat dalam buku Mr. Sartono, Karya dan Pengabdiannya oleh Nyak Wali AT (1985), Sartono menegaskan bahwa Soekarno tidak bersalah dan membantah tuduhan penuntut umum dengan argumen hukum yang kokoh. Namun, meskipun pembelaannya kuat, pengadilan kolonial tetap menjatuhkan hukuman penjara empat tahun kepada Soekarno, yang kemudian diringankan menjadi dua tahun melalui remisi.

Selain berkiprah di dunia hukum, Sartono juga aktif dalam organisasi pergerakan nasional. Sebagai salah satu tokoh utama Partai Nasional Indonesia (PNI), ia terlibat dalam berbagai aktivitas politik yang bertujuan memerdekakan Indonesia dari penjajahan. Di masa kemerdekaan, Sartono terus melanjutkan perjuangannya dengan menduduki berbagai posisi strategis dalam pemerintahan. Sebagai Ketua Dewan Perwakilan Rakyat dari 1950 hingga 1959, ia menjadi bagian penting dari pembentukan kerangka hukum dan pemerintahan Indonesia yang baru merdeka. Ia juga pernah dipercaya menjadi Gubernur Bank Indonesia, sebuah jabatan yang menunjukkan pengakuan atas kapasitasnya dalam bidang ekonomi dan kebijakan keuangan negara.

Kiprah Sartono di berbagai bidang, dari hukum hingga politik, menunjukkan dedikasinya yang luar biasa terhadap bangsa dan negara. Sebagai advokat, ia menjadi pembela utama para pejuang kemerdekaan di pengadilan kolonial. Sebagai politisi, ia memainkan peran penting dalam membangun fondasi negara Indonesia yang merdeka dan berdaulat. Sartono adalah sosok yang tidak hanya menjadi saksi, tetapi juga pelaku utama dalam perjalanan panjang sejarah Indonesia menuju kemerdekaan.

Posting Komentar

0 Komentar