Lawrence Meir Friedman, seorang ahli hukum dan sosiolog terkemuka, mengemukakan bahwa penegakan hukum dalam suatu negara dipengaruhi oleh berbagai faktor yang saling berinteraksi. Dalam pandangannya, penegakan hukum bukan hanya masalah penerapan peraturan yang tertulis, tetapi juga mencakup faktor-faktor sosial, budaya, dan perilaku aktor dalam sistem hukum itu sendiri. Friedman menilai bahwa ada tiga elemen utama yang mempengaruhi penegakan hukum, yaitu struktur hukum, budaya hukum, dan perilaku para aktor dalam sistem hukum.
Faktor pertama yang dijelaskan Friedman adalah struktur hukum. Struktur hukum merujuk pada organisasi dan sistem yang ada di dalam lembaga-lembaga penegak hukum seperti kepolisian, kejaksaan, pengadilan, dan lembaga pemasyarakatan. Friedman menekankan bahwa efektivitas penegakan hukum sangat bergantung pada seberapa baik struktur ini berfungsi dalam mengorganisasi dan mengkoordinasikan tindakan-tindakan penegakan hukum. Sebagai contoh, jika lembaga kepolisian tidak memiliki sumber daya yang cukup atau terlibat dalam korupsi, maka akan sulit untuk menjalankan tugas penegakan hukum dengan efektif. Struktur hukum juga mencakup peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar bagi penegakan hukum tersebut. Oleh karena itu, kualitas peraturan yang ada, serta kesesuaian antara hukum tertulis dengan realitas sosial, mempengaruhi sejauh mana hukum dapat diterapkan dengan adil dan efektif.
Faktor kedua yang disebutkan oleh Friedman adalah budaya hukum. Budaya hukum mencakup nilai-nilai dan keyakinan yang dianut oleh masyarakat terhadap hukum. Dalam pandangan Friedman, budaya hukum yang positif dimana masyarakat menghormati hukum dan memahami pentingnya keadilan—akan mendukung penegakan hukum yang lebih baik. Sebaliknya, budaya hukum yang negatif, seperti ketidakpercayaan terhadap sistem hukum atau bahkan ketidakpedulian terhadap pelanggaran hukum, dapat melemahkan efektivitas penegakan hukum. Misalnya, jika masyarakat tidak merasa terwakili atau diperlakukan dengan adil oleh aparat penegak hukum, mereka mungkin enggan untuk melapor atau mengikuti prosedur hukum. Oleh karena itu, budaya hukum yang baik, yang menumbuhkan kesadaran hukum dan partisipasi aktif masyarakat, menjadi elemen kunci dalam menciptakan sistem hukum yang efektif dan adil.
Faktor ketiga yang diidentifikasi oleh Friedman adalah perilaku para aktor dalam sistem hukum. Para aktor yang dimaksud meliputi aparat penegak hukum seperti polisi, jaksa, hakim, pengacara, dan semua pihak yang terlibat dalam proses hukum. Friedman menilai bahwa keberhasilan penegakan hukum tidak hanya bergantung pada adanya peraturan yang jelas, tetapi juga pada bagaimana individu-individu ini menjalankan tugas mereka. Sebagai contoh, seorang polisi yang bertugas menegakkan hukum harus memiliki profesionalisme, integritas, dan komitmen terhadap keadilan. Jika aparat hukum terlibat dalam praktik-praktik korupsi atau tidak adil dalam memutuskan suatu perkara, maka penegakan hukum akan terhambat. Oleh karena itu, perilaku dan etika para aktor dalam sistem hukum sangat mempengaruhi sejauh mana hukum diterapkan dengan efektif dan adil.
Menurut Friedman, ketiga faktor ini struktur hukum, budaya hukum, dan perilaku aktor hukum—berinteraksi secara dinamis dan saling mempengaruhi dalam membentuk sistem hukum yang berfungsi dengan baik. Sebuah sistem hukum yang baik tidak hanya membutuhkan peraturan yang jelas dan sistem yang terorganisir, tetapi juga budaya hukum yang mendukung dan perilaku para aktor hukum yang sesuai dengan nilai-nilai keadilan dan profesionalisme. Penegakan hukum yang efektif, menurut Friedman, tidak bisa tercapai jika salah satu dari ketiga faktor ini diabaikan. Oleh karena itu, untuk menciptakan sistem hukum yang benar-benar efektif dan diterima oleh masyarakat, penting untuk memperhatikan ketiga elemen tersebut secara holistik, agar tercipta keseimbangan antara hukum tertulis, praktek sosial, dan implementasi hukum di lapangan.
0 Komentar